Beranda | Artikel
Kisah Tiga Orang Yang Bertawasul Kepada Allah Melalui Amal Shalih
Rabu, 10 Juni 2020

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Yahya Badrusalam

Kisah Tiga Orang Yang Bertawasul Kepada Allah Melalui Amal Shalih merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah كتاب صحيح الترغيب والترهيب (kitab Shahih At-Targhib wa At-Tarhib) yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Rabu, 18 Syawwal 1441 H / 10 Juni 2020 M.

Kajian Islam Tentang Kisah Tiga Orang Yang Bertawasul Kepada Allah Melalui Amal Shalih

Kita masuk hadits yang pertama. Dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anhu, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata:

انطلقَ ثلاثةُ نفرٍ ممن كان قبلكم، حتى آواهمُ المبيتُ إلا غارٍ، فدخلوه، فانحدَرَت صخرةٌ من الجبل، فَسَدَّتْ عليهم الغارَ

“Dahulu ada tiga orang dari orang-orang sebelum kalian. Sehingga kemudian malam pun datang dan mereka menginap di sebuah gua. Masuklah mereka ke dalam gua tersebut kemudian jatuhlah sebuah batu dari gunung sehingga menutup pintu gua tersebut.”

إِنَّهُ لاَ يُنْجِيكُمْ مِنْ هَذِهِ الصَّخْرَةِ إِلاَّ أَنْ تَدْعُوا اللَّهَ بِصَالِحِ أَعْمَالِكُمْ.

“Sesungguhnya tidak ada yang menyelamatkan kalian dari karang ini kecuali yaitu kalian berdoa kepada Allah melalui amalan shalih kalian.”

Kisah berbakti kepada kedua orang tua

Maka berkatalah salah seorang dari mereka:

اللهم كان لي أبوانِ شيخانِ كبيرانِ، وكنت لا أغبُقُ قبلهما أهلاً ولا مالاً، فنأى بي طلبُ شجرٍ يوماً فلم أُرِحْ عليهما حتى ناما، فحلبتُ لَهما غَبوقَهما، فوجدتُهما نائمين، فكرهتُ أن أغبُقَ قبلَهما أهلاً ولا مالاً، فلبثتُ والقَدَحُ على يدي، أنتظر استيقاظهما، حتى بَرَقَ الفجرُ،

“Ya Allah, saya memiliki dua orang tua yang sudah tua. Aku dahulu memberikan susu kepada orang tuaku terlebih dahulu sebelumnya kepada anak dan istriku. Suatu hari aku mencari kayu bakar dan aku tidak pulang kecuali di waktu malam dan keduanya telah tidur. Lalu aku pun mengambil air susu dari kambing langsung memeraskan susu untuk keduanya. Ketika aku membawanya, ternyata keduanya telah tidur. Dan aku tidak mau memberikan susu tersebut kepada anak dan istriku sebelum keduanya. Maka aku tetap menunggu sementara gelas susu itu di tanganku. Aku menunggu bangun kedua orang tuaku sampai terbit fajar.”

Lihat juga: Birrul Walidain dan Menyambung Silaturahim

Sebagian perawi menambahkan:

والصبيةُ يتضاغَوْن عند قَدَميَّ

“Sementara anak-anak menangis lapar di kakiku.”

Lalu:

فاستيقظا، فشربا غَبوقَهما، اللهم إن كنتُ فعلتُ ذلك ابتغاءَ وجهك ففرِّجْ عنا ما نحنُ فيه من هذه الصخرةِ، فانْفَرَجَتْ شيئاً لا يستطيعون الخروجَ

“Maka keduanya pun bangun. Maka keduanya pun minum susu yang telah aku peraskan untuk keduanya. Ya Allah, jika aku melakukan itu dahulu mengharapkan wajah Engkau Ya Allah, maka selamatkanlah kami dari batu ini Ya Allah. Maka ia pun bergeser sedikit namun mereka tetap tidak bisa keluar.”

Kisah tentang menjauhi zina

Lalu yang kedua bercerita.

اللهم كانتْ لي ابنةُ عم كانت أحبُّ الناس إلي، فأَرَدْتُها عن نفسها، فامتنعتْ مِني، حتى أَلَمَّتْ بها سَنَةٌ من السنين، فجاءتني، فأَعطيتُها عشرين ومئة دينارٍ، على أن تُخلِّيَ بيني وبين نَفسِها، فَفَعلتْ،

“Ya Allah, dahulu aku punya sepupu anak pamanku, dia wanita yang paling aku cintai. Dan aku menginginkan dirinya, tapi dia tidak mau. Suatu ketika ia ditimpa musim paceklik (kesusahan), ia pun datang kepadaku untuk minta bantuan. Maka aku memberinya 120 dinar tapi dengan syarat ia membiarkan aku untuk menikmati tubuhnya. Wanita itu menyetujuinya.”

Ketika laki-laki ini telah menguasainya, maka wanita itu berkata:

لا أُحِلُّ لك أنْ تَفُضَّ الخاتمَ إلا بحقِّه

“(Dalam satu riwayat yang lain: ‘Bertakwalah’) Aku tidak halalkan kamu untuk membuka tutup kecuali dengan haqnya.”

Laki-laki ini melanjutkan:

فتخرّجْتُ من الوقوع عليها، فانصرفتُ عنها وهي أحبُّ الناسِ إليّ

“Maka aku pun tidak jadi melakukannya. Aku pun meninggalkannya padahal dia wanita yang paling aku cintai.” Dalam riwayat yang lain disebutkan karena dia takut kepada Allah.

وتركتُ الذهبَ الذي أعطيتُها، اللهم إنْ كنتُ فعلتُ ذلك ابتغاءَ وجهك فافرُجْ عنَّا ما نحن فيه، فانفرجتِ الصخرةُ، غير أنهم لا يستطيعون الخروجَ منها

“Dan aku biarkan ia pergi membawa dinar yang aku berikan itu. Ya Allah, jika dahulu aku lakukan itu karena mengharapkan wajahMu Ya Allah, maka selamatkanlah kami dari marabahaya ini. Maka batu itu bergeser, akan tetapi mereka belum bisa keluar darinya.”

Kisah pemilik usaha yang amanah

Berkatalah yang ketiga:

اللهم إني استأجرتُ أُجَراء، وأعطيتُهم أجرَهم، غيرَ رجلٍ واحدٍ، تَرك الذي له وذَهَبَ، فثمَّرتُ أجرَه، حتى كثُرَتْ منه الأموالُ، فجاءني بعد حين، فقال لي: يا عبدَ الله أدِّ إليَّ أجري.

“Ya Allah, dahulu aku menyewa beberapa orang untuk bekerja padaku. Dan aku sudah memberikan upah mereka semua kecuali satu orang. Dia meninggalkan gajinya karena ia pergi entah kemana. Lalu aku mengembangbiakan upahnya tersebut sehingga banyaklah harta dari hasil uang upahnya tersebut. Lalu suatu hari ia datang kepadaku. Lalu ia berkata: ‘Wahai Abdullah, mana upahku yang dahulu?`”

Lalu laki-laki yang amanah ini melanjutkan:

كلُّ ما ترى من أجرِك؛ من الإبل والبقر والغنم والرقيق!

“Semua yang kamu lihat itu adalah upahmu; unta, sapi, demikian pula kambing dan hamba sahaya itu semua milik kamu!”

Lalu orang itu berkata:

يا عبدَ الله! لا تَسْتَهزئ بي

“Wahai Abdullah, kamu jangan mengejek saya.”

Lalu aku berkata:

إني لا أستهزئُ بك، فأخذه كلَّه، فاستاقه، فلم يتركْ منه شيئاً. اللهم إن كنتُ فعلتُ ذلك ابتغاءَ وجهِكَ فافرُجْ عنا ما نحن فيه،

“Sesungguhnya aku tidak mengejek kamu. Maka ia pun mengambil semuanya dan menggiring semua hewan-hewannya itu dan tidak menyisakan satupun juga. Ya Allah, jka aku dahulu melakukan itu karena mengharap wajahMu Ya Allah, maka selamatkanlah kami dari marabahaya ini.”

فانفرجتِ الصخرةُ، فخرجوا يمشون.

“Maka bergeserlah batu tersebut, keluarlah mereka dengan selamat.”

Pembahasan hadits

Abdullah bin Umar seorang sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang mulia, yang mana beliau adalah sahabat yang sangat kuat di dalam mengikuti jejak kaki Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Sampai-sampai suatu ketika Ibnu Umar dalam perjalanan dari Mekah ke Madinah dia melewati suatu tempat dan beliau ingat di suatu tempat bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah buang air di situ, maka Ibnu Umar segera turun dan buang air di situ, saking ingin mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Padahal yang seperti itu tidak disunnahkan.

Safar tiga orang

Dalam hadits ini Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan tiga orang. Disebutkan dalam sebuah hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang kita untuk safar satu orang saja atau dua orang. Nabi bersabda:

اَلرَّاكِبُ شَيْطَانٌ وَالرَّاكِبَانِ شَيْطَانَانِ وَالثَّلاَثَةُ رَكْبٌ.

“Orang yang pergi safar satu orang saja, itu setan. Dua orang, dua setan. Tiga orang, itulah pengendara.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi)

Namun Syaikh Albani mengatakan bahwa ini khusus kalau safarnya seperti halnya dizaman Nabi. Kalau dia pergi berkendaraan satu orang dan dia berada di padang pasir sendirian tidak ada siapa-siapa. Adapun dizaman sekarang kita berangkat dari satu kota ke kota yang lain yang di jalan juga ramai, maka yang seperti ini tidak masuk dalam hadis tersebut. Maka kalau antum pergi safar melalui tempat-tempat yang sepi apalagi dimalam hari, ini sangat tidak dianjurkan. Karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan demikian, kecuali kalau memang keadaannya sangat membutuhkan. Yang jelas, usahakan kalau kita safar jangan sendirian. Misalnya membawa mobil sendiri dan melalui tempat yang sepi. Maka seperti ini dilarang oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Cerita orang-orang shalih

Nabi mengatakan: “Ada tiga orang dari orang-orang sebelum kalian”, ini menunjukkan boleh kita menceritakan tentang cerita-cerita orang-orang shalih sebelum kita. Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak pernah membuat cerita-cerita yang sifatnya fiktif. Para sahabat juga tidak pernah. Yang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ceritakan adalah tentang kisah-kisah orang shalih sebelum kita.

Nabi bercerita tentang tiga orang yang shalih ini yang pergi untuk dijadikan ibrah. Nabi juga aku juga menceritakan kepada para sahabat tentang kisah Juraij dan tentang kisah-kisah yang lainnya. Yang jelas, tujuan berkisah itu adalah bukan sebatas untuk tasliyah (menghibur). Tapi tujuan daripada berkisah adalah untuk diambil di situ faidah-faidahnya. Maka ketika Allah telah selesai menceritakan tetang kisah Nabi Yusuf, Allah mengatakan:

لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِّأُولِي الْأَلْبَابِ…

Sungguh telah ada pada kisah-kisah mereka itu pelajaran bagi orang-orang yang mau berpikir.” (QS. Yusuf[12]: 111)

Jadi sebaik-baiknya kisah adalah yang bisa kita ambil pelajarannya dan tidak mengandung kedustaan. Tidak seperti di zaman sekarang dimana dibuat kisah-kisah yang sifatnya tidak ada kenyataannya, itu lebih baik tidak kita lakukan karena Nabi tidak pernah melakukan itu.

Safar dengan orang shalih

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan: “Ada dahulu tiga orang yang pergi dari orang-orang sebelum kalian dan tiga orang ini adalah orang-orang yang shalih.”

Ini menunjukkan kalau kita safar usahakan kita ditemani orang-orang yang shalih. Karena memang kalau kita pergi safar dengan orang yang tidak shalih sering kali menjerumuskan kita kepada maksiat. Tapi kalau kita pergi dengan orang-orang shalih, insyaAllah di sana ada saling mengingatkan.

“Sehingga mereka kemalaman dan mereka bermalam di sebuah gua.”

Simak penjelasan yang penuh manfaat ini pada menit ke-15:24

Download mp3 Kajian Tentang Kisah Tiga Orang Yang Bertawasul Kepada Allah Melalui Amal Shalih


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/48546-kisah-tiga-orang-yang-bertawasul-kepada-allah-melalui-amal-shalih/